🧶They have ever so in tension🧶
“SINGTO GAMAU SATU SEKOLAH SAMA KRIST!!” “KALAU KAK KIT NGGA SATU SEKOLAHAN SAMA ABANG ARTINYA AKU JUGA GA MASUK SEKOLAH ITU DONG!!” “BIARIN!! ABANG POKOKNYA GAMAU!! ESDE ABANG UDAH SATU SEKOLAHAN MASAK ESEMPE JUGA?!” “YA KAN MAKSUD AYAH BIAR SEKALIAN DIANTERIN!!” Tuang ruangroj hanya bisa memijit pelipisnya mendengar teriakan kedua anaknya di depan meja kerja. Dari pagi-pagi buta tadi mereka sudah cekcok. Singto yang enggan satu SMP dengan krist, dan namtan yang tidak bisa lepas dari krist.
“ABANG JAHAT SAMA KAK KIT! EMANGNYA KAK KIT NGAPAIN ABANG SIH?!” “GARA-GARA KRIST ABANG DIOLOK-OLOKIN SAMA TEMEN SEKELAS ABANG KATANYA ABANG MAENNYA SAMA PEMBANTU!” “NAMA KAK KIT ITU KIT ABANG BUKAN KRIST, KAK KIT BUKAN PEMBANTU!!” mata namtan sudah memerah antara ingin menangis dan kesal sedari tadi abangnya tidak mengerti dengan perkataannya.
“TERSERAH!!” mendengar kata yang keluar dari mulut abangnya, kemarahan namtan semakin menggebu, tangan kecilnya meraih barang terdekat dari jangkauan -yaitu sebuah tempat lilin yang memiliki ujung lancip. Ia sudah ancang-ancang melempar saat ayahnya dengan cepat merampas benda itu dari tangannya. Di sisi lain singto sudah memeluk tubuhnya sendiri bersiap melindungi dirinya dari amukan namtan yang mengerikan.
“Namtan” Tegur sang kepala keluarga menatap tajam ke dalam mata anak perempuannya.
“AYAH TAPI KAN-”
“Namtan ayah tidak pernah mengajarimu melakukan kekerasan. Bukankah namtan tau itu?” Rengekan putri bungsu nya tidak didengar meski suaranya amat menyedihkan.
Namtan yang tau tidak akan dibela oleh ayahnya pun menghentakan kakinya berlari menuju pintu keluar. Air mata dari kedua belah rinainya meleleh sangat deras.
Begitu dibuka terlihat masnya, dan kedua ibu anak yang sedang berdiri menguping percakapan. Bi tira mendekap punggung anaknya menggunakan tangan kirinya agar tetap berada di samping. Namtan yang melihat krist tanpa babibu lagi melompat untuk langsung menyergap memeluknya erat.
“Kak kitttt” Tersedu-sedu.
Sedang yang dipeluk hanya memasang wajah datarnya menatap kemarahan tuan ruangroj dan tuan muda yang menoleh kepadanya tidak suka. Keduanya melamun memikirkan hal yang pastinya berbeda.
Singto tersentak dari pandangannya yang beradu tatap dengan krist ketika suara ayahnya membanting tempat lilin ke meja kerjanya kencang. Ia balik menatap sang ayah.
“Singto siapa yang mengajarkanmu begitu? Apakah ayah mengajarkanmu bertindak kasar dan tidak sopan seperti itu? Apakah ada seseorang yang pernah mengajarkanmu menjadi begini?! Apakah kalimat ayah kurang jelas kalau adikmu dan kit akan bersekolah di SMP yang sama denganmu?! Atau kau yang ingin berhenti sekolah supaya tidak satu smp lagi dengan kit, iya?!” Singto menundukkan kepalanya saat mendengar nada bicara ayahnya yang begitu murka.
“JAWAB SINGTO!”
“tidak ayah.” Singto merasa kecil dihadapan ayahnya. Bisa apa ia masih muda dan tidak tau apa-apa ini? Kabur? Yang ada dia bisa mati kelaparan di luar sana.
Tuan ruangroj masih menjelaskan berapa salahnya perbuatan singto dan ia yang harus meminta maaf kepada krist serta ibunya ketika mata krist dan singto bertemu pandang lagi saat singto melirik ke arah pintu.
Kedua binar milik krist yang indah tidak bisa mengalahkan tatapan kebencian yang dilayangkan oleh singto.
Terkadang lingkungan yang kotor memang memaksa seseorang untuk berubah menjadi kotor pula.